
- PRAKTEK MATA KULIAH OTONOMI DAN PEMERINTAHAN DAERAH
- PEMBUKAAN PKKMB STISIP BINA GENERASI POLEWLI MANDAR Pembukaan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa
- PELAKSANAAN PRA PKKMB STISIP BINA GENERASI POLEWLI MANDAR
- KLARIFIKASI MENGENAI PENANGANAN KIP KULIAH, STISIP BINA GENERASI
- STISIP BINA GENERASI POLEWALI MANDAR LEADERS CAMP PART 1 DI KECMATAN ANREAPI
- DEBAT KANDIDAT CALON KETUA HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN STISIP BINA GENERASI POLEWLI MANDAR
- Seleksi PMB gelombang kedua STISIP Bina Generasi Polewali Mandar Tahun akademik 2022/2023
- ALUMNI STISIP BINA GENERASI POLEWLI MANDAR LULUS SEBAGAI ANGGOTA BRIMOB
- PELANTIKAN DAN RAPAT KERJA KPUM DAN P3UM
- PEMBENTUKAN PANITIA PERSIAPAN PEMILIHAN KETUA HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN KPUM DAN P3UM
Allamungang Batu di Luyo
Berita Terkait
Berita Populer
- Kopi Mamasa : Legenda Kejayaan Kopi Sulawesi Barat
- Bos Amazon Temukan Mesin Apollo 11
- ALUMNI STISIP BINA GENERASI POLEWLI MANDAR LULUS SEBAGAI ANGGOTA BRIMOB
- KLARIFIKASI MENGENAI PENANGANAN KIP KULIAH, STISIP BINA GENERASI
- STISIP BINA GENERASI POLEWALI MANDAR LEADERS CAMP PART 1 DI KECMATAN ANREAPI
- Roti Pawa,Bakpau ala Mandar
- Jurnalistik Kampus STISIP Biges Polewali
- Tim Takraw Putri Indonesia memutuskan Walk Out saat menghadapi tuan rumah Malaysia
- Allamungang Batu di Luyo
- PEMBENTUKAN PANITIA PERSIAPAN PEMILIHAN KETUA HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN KPUM DAN P3UM

Di sebuah daerah yang bernama Luyo kini kecamatan Luyo, Kabupaten Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat pada masa Pemerintahan Tomepayung (Raja Balanipa II) sekitar awal Abad XVIII. Pitu Ulunna Salu (Tujuh Kerajaan di Hulu/Gunung) dan Pitu Ba`bana Binanga (Tujuh Kerajaan di Pesisir Pantai) meletakkan satu dasar perdamaian yang lebih dikenal dengan sebutan “Allamungan Batu”.
Pitu Ulunna Salu yang terdiri dari : Tabulahan , Rantebulahan, Mambi, Aralle, Bambang, Matangnga, Tabang
Pitu Ba`bana Binanga terdiri dari : Balanipa, , Sendana, Banggae, Pamboang, Mamuju, Tapalang, Binuang
Kerajaan – Kerajaan inilah yang mengadakan perjanjian yang lebih dikenal dengan Allamungan Batu di Luyo Pitu Ulunna Salu diwakili oleh Londong Dehata dan Pitu Ba`bana Binanga diwakili oleh Tomepayung yang pada akhirnya melahirkan tiga Poin kesepakatan yaitu:“
To di Ba`bana Binanga nammemmata di mangiwang, di Pitu Ulunna Salu namemmata di saha.” Maknanya, bila ada musuh yang datang dari arah pesisir Pantai, maka Pitu Ba`bana Binanga akan menangkalnya, sebaliknya bila ada musuh yang datang dari pegunungan, maka Pitu Ulunna Salu yang menangkalnya.
“Sisara`pai mata mapute anna mata malotong anna mane sisara`I Pitu Ulunna Salu anna` Pitu Ba`bana Binanga.” Maknanya, hanya dengan berpisahnya bola mata yang berwarna putih dan bola mata yang berwarna hitam baru bisa terpisahkan Pitu Ulunna Salu dan Pitu Ba`bana Binanga.
“Sapala Tappere disolai”. Maknanya Satu Tikar Bersama.
Demikianlah 3(tiga) poin kesepakatan yang dilahirkan pada Allamungan Batu di Luyo yang mencerminkan semangat persatuan dan kesatuan, persaudaraan, demokrasi serta rasa patriotisme yang sangat tinggi dan sudah terpatri dalam dada di kerajaan Pitu Ulunna Salu dan Pitu Ba`bana Binanga. Pada perjanjian itu disepakatilah dikukuhkannya beberapa hal: Pitu Ulunna Salu dengan Pitu Ba`bana binanga, Maallongan mesa ma`lante Samballa (maknanya sama dengan diatas Satu tikar satu bantal kita bersama). Di Pitu Ulunna Salu memegang sapu tangan dan Pitu Ba`bana Binanga memegang Simbolong. Adapun makna kedua benda itu yang menjadi pegangan masing – masing adalah menempatkan konteks perdamaian di atas segala – galanya. Penjabarannya, bahwa Pitu Ulunna Salu dan Pitu Ba`bana Binanga sama derajatnya berada dalam posisi yang sama. Jika bias diandaikan ketika sedang tidur sama melantai. Dan kalau Pitu Ba`bana Binanga memiliki perlengkapan, demikian pula seharusnya di Pitu Ulunna Salu memiliki perlengkapan yang sama.
Di Pitu Ulunna Salu memiliki sapu tangan atau sehelai kain yang diikatkan sebagai pengganti kopiah, sedangkan Pitu Ba`bana Binanga berpegang pada simbolong (sanggul perempuan) yang diikatkan pada pinggang. Perdamaian antara Pitu Ulunna Salu dan Pitu Ba`bana Binanga itu dikuatkan lagi dengan satu semboyan, “sisara`pai mata mapute anna` mata malotong anna` sisara` Pitu Ulunna Salu anna` Pitu Ba`bana Binanga”.
Kedua perwakilan dari kedua wilayah (daerah) tersebut berpesan, sekiranya besok lusa terdapat ucapan atau kekeliruan diantara warga wilayah ini maka salah satu pihak wajib saling mengingatkan. Jika satu diantaranya roboh, kita saling menopang. Semoga pesan ini kita bias wariskan kepada anak cucu. Bila berpegang teguh pada keduanya, maka sengketa dan perang tak akan terulang lagi dikemudian hari. Inilah yang memungkinkan untuk dijadikan landasan dalam menghormati kedaulatan masing – masing wilayah, saling membantu dalam menghadapi musuh dan memperarat hubungan kekeluargaan.
Dari perjanjian ini pula lahir kata Sipamandar/Sipamanda` yang berarti saling menguatkan yang kemudian lebih popular dengan kata Mandar yang melekat hingga kini di Jazirah Pitu Ulunna Salu dan Pitu Ba`bana Binanga. Satu hal yang menarik pasca “deklarasi” perjanjian itu (Allamungan Batu) hampir bias dikatakan pertikaian pun sirna. Sebuah peletakan dasar dalam membangun suatu peradaban dikawasan yang luas ini, yang dirumuskan dan dikukuhkan pada masa silam menorehkan sebuah prestasi yang agung. Katakanlah, perdamaian ini digagas oleh para pemimpin kerajaan pada masa lalu yang merupakan tonggak berdirinya “demokrasi”.
Perlu diketahui bahwa Wilayah Pitu Ulunna Salu dan Pitu Ba`bana Binanga merupakan dasar dari penentuan wilayah Propinsi Sulawesi Barat sekarang ini. Jadi dapat diakatakan bahwa wilayah Mandar yang sekarang jadi Sulawesi Barat lahir di sebuah Desa kecil yang bernama Desa Luyo, Kecamatan Luyo Kabupaten Polewali Mandar.
